27/10/15

Kopi Luwak Manglayang: Save the Wildlife!

"Tak ada yang salah dengan menyeduh secangkir kopi hitam di sore yang cerah,
yang salah adalah menyisipkan namamu di setiap teguknya.
Uap lembut menyentuh ujung hidungku, meniupkan aroma khas tubuhmu
Ada kisah yang tak pernah jadi cerita
Biarkan ia menyelinap di antara uap kopi yang sirna dihembus angin senja"


(Aih! secangkir kopi yang katanya adalah minuman favorit kedua setelah air putih ini selalu berhasil membuat orang menjadi lebih puitis!)


Kopi. Saat ini ngopi mungkin sudah menjadi gaya hidup untuk sebagian besar orang. Kedai kopi mulai menjamur dan tak sulit ditemukan. Salah satu tempat yang dicari untuk sekedar hang out atau tempat yang cocok untuk menemukan inspirasi. Saya adalah salah seorang yang suka berlama-lama di kedai kopi untuk sekedar berbicang mendiskusikan sesuatu. Meja kedai kopi selalu bisa memunculkan ilmu atau ide baru, entah kenapa. Mungkin ada sihir di balik mejanya! Haha

Saya penyuka kopi, tapi saya bukan (atau belum) coffee master yang khatam mencoba semua kopi dari berbagai daerah. Entah kopi apa saja yang pernah saya coba, kadang (cenderung sering) saya lupa kopi jenis apa yang saya pesan. Malah kadang saya tidak bisa membedakan rasanya! xD

Saya lebih sering menikmati kopi hitam yang dicampur dengan krimer atau susu, tanpa gula. Saya menyukai kopi hitam dengan ampas yang lembut dan diseduh dengan cara tradisional, menaruh 2 sendok makan bubuk kopi dalam cangkir lalu dituang air panas. Kenapa begitu? Karena setelah saya menikmati bagian airnya, saya bisa menikmati ampasnya. The coffee ground for me, tastes good!  Am I weird? I don't care ;) 

Kopi Bali adalah salah satu kopi favorit saya. Kopi yang memiliki rasa lembut dan tidak terlalu berat. Ada rasa buah yang tidak terlalu pekat karena kopi Bali ini ditanam bersamaan dengan tanaman lain seperti jeruk. Ampasnya pun lembut. Daaaann hari ini, saya menemukan kopi favorit saya yang lain. Saya baru pertama kali mencoba kopi jenis ini, walaupun sudah sejak lama saya penasaran dengan rasa kopi yang terkenal sangat mahal ini. Kopi apa ya? Yes, Kopi Luwak! Mungkin jika jumat lalu saya tidak memutuskan secara mendadak pergi ke Bandung dan datang ke acara ulang tahun kota Bandung di Gedung Sate, hari ini saya belum tau rasanya kopi jenis ini. Kopi luwak perdana yang saya coba adalah Kopi Luwak Manglayang atau yang biasa disingkat KLM. Salah satu brand kopi luwak asli Bandung milik seorang teman, Irfan Rahadian. Nama "Manglayang" diambil dari nama gunung Manglayang dimana pohon kopi ini ditanam.

Awalnya saya bingung kenapa biji kopi yang diambil dari feses luwak, yang kemudian dijadikan bubuk kopi harganya bisa mahal. I mean, how can you enjoy civet poop coffee? Civet poop! Are you crazy? Oke, setelah mencari tahu, ternyata kopi luwak tidak seburuk yang saya bayangkan. Alhamdulillah!
Jadi yang membuat kopi jenis ini sangat istimewa dan membuat harganya melambung tinggi adalah prosesnya yang panjang dan dilakukan secara manual. Luwak yang kerap memakan buah kopi dipercaya hanya memilih buah kopi dengan tingkat kematangan yang sempurna karena luwak menyukai rasa manis dari buah kopi yang benar-benar matang. Biji kopi yang dimakan kemudian mengalami fermentasi di dalam saluran pencernaannya yang mampu mengurangi kadar keasaman biji-biji kopi. Proses fermentasi itu juga ikut menurunkan kadar kafein pada kopi. Sehingga biji kopi yang dihasilkan adalah biji kopi dengan kualitas terbaik. Daging buah kopi habis dicerna sedangkan bijinya tetap utuh dan dikeluarkan bersama feses. Singkatnya, setelah feses yang mengandung biji kopi dikumpulkan dan dibersihkan dengan air mengalir, biji kopi tersebut kemudian dijemur hingga kering. Biji kopi tersebut masih memiliki lapisan tanduk yang harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan bubuk kopi.

Pertanyaan saya berikutnya adalah siapa yang mempunyai ide untuk mengolah biji kopi dari feses luwak untuk dijadikan minuman yang cukup terkenal hingga ke luar negeri ini? How can! Why? Ternyata penemuannya terkait dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia pada masa kolonial Belanda. Pada abad ke-18 Belanda mendatangkan bibit kopi Arabica dari Yaman untuk ditanam di pulau Jawa dan Sumatera. Penanaman kopi dengan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) ini melarang penduduk pribumi untuk memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi. Pekerja perkebunan kemudian mengamati ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi tetapi tidak mencerna biji kopinya. Para pekerja perkebunan kemudian mulai menguliti, mencuci, dan memproses biji kopi tersebut hingga menjadi bubuk kopi yang dapat diminum. Kenikmatan kopi luwak ini akhirnya diketahui oleh pemerintah Hindia Belanda yang kemudian menjadi minuman favorit para orang kaya Belanda saat itu. Tak heran jika kopi luwak sudah menjadi kopi termahal sejak zaman kolonial Belanda.

Kopi luwak sempat mendapat tekanan negatif karena dikatakan bahwa proses produksinya telah melanggar kesejahteraan hewan (animal welfare). Dikatakan bahwa luwak dipaksa untuk makan banyak biji kopi dalam kandang dengan kondisi yang menyedihkan. Terlepas dari benar tidaknya ada segelintir produsen kopi luwak yang memang tidak memperhatikan kesejahteraan hewan luwak atau munculnya isu negatif ini lebih bersifat persaingan dagang, Kopi Luwak Malangyang (KLM) hadir untuk membuktikan bahwa tuduhan itu tidaklah benar. KLM mengaplikasikan sistem pemeliharaan luwak dengan memerhatikan kesejahteraan luwak (animal welfare) pada proses produksinya. Pemeliharaan dan pembudidayaan luwak seperti sarana dan prasarana sudah diatur sebaik mungkin untuk memberikan kenyamanan pada hewan luwak. Makanan luwak KLM ini pun juga sangat diperhatikan. Selain diberi  pakan buah dan diberi cukup air, luwak yang termasuk golongan hewan karnivora ini juga diberi makan daging kornet untuk memenuhi kebutuhan protein hewaninya. Info lengkapnya baca proses produksi KLM. Penerapan kesejahteraan hewan pada proses produksi KLM bahkan menarik perhatian peneliti lingkungan dari berbagai negara, yaitu Iran, Lithuania dan Hungaria, yang berkunjung ke tempat produksi KLM tahun 2014 lalu.

KLM yang sudah ada sejak tahun 2013 ini bekerjasama dengan PT Babun Djaja Asia dan Komunitas Mamologi ITB yang tergabung dalam Tim Satwa Kita. KLM banyak diliput media dan telah mendapatkan pengakuan dari Wakil Gubernur Jawa Barat. Pada bulan Agustus lalu owner KLM, Irfan Rahadian, juga mendapatkan penghargaan Anugerah Inovasi & Prakarsa Jawa Barat 2015 dalam proyeknya yang bertema "Sustainable Development Coffee-Based in the Manglayang Mountain Area.". Cool!




Kopi luwak telah mendapat lisensi halal oleh MUI karena biji kopi luwak telah mengalami proses yang diyakini menjadikan kopi tersebut bersih dari kotoran binatang. Jadi tak perlu ragu untuk menikmati kopi ini dan juga tidak perlu merasa bersalah menikmati kopi luwak asli KLM karena proses produksi kopinya tidak menyakiti luwak-luwak yang ada disana. Selain itu, Rp5000 dari setiap kemasan kopi luwak produksi KLM akan disumbangkan untuk pelestarian satwa liar di Indonesia. Dengan membeli Kopi Luwak Manglayang berarti turut membantu konservasi hewan dan mendukung produksi kopi asli Indonesia.

Nah untuk yang ingin tau lebih lanjut tentang Kopi Luwak Manglayang atau tertarik membeli KLM, silakan kunjungi website-nya di http://kopiluwakmanglayang.com/ atau dapat langsung berkunjung ke kebun dan kandang luwak KLM di Kaki Gunung Manglayang, Kampung Pondok Buah Batu, Desa Mekar Manik, Kecamatan Cimenyan, Bandung, untuk melihat proses produksi kopi luwak dan menikmati pemandangan disekitar tempat penangkaran kopi luwak.



Ohya, review saya untuk KLM ini.... rasa dan aromanya enak! Saya juga tak perlu merasa bersalah dengan hewan luwak bermuka polos di tempat penangkarannya karena di sana mereka hidup nyaman (dan bahagia :p).
I enjoyed every sip of  Kopi Luwak Manglayang. Tasty! And the coffee ground tastes like chocolate! Love it.




-cmiiw-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar